Jakarta – Tim Intelijen Kejaksaan Agung (Satgas SIRI) berhasil mengamankan Eks Dirjen Perkeretaapian pada Kementerian Perhubungan berinisial PB, terkait penyidikan perkara tindak pidana korupsi.
Kasus perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan PB tersebut pada pembangunan jalan kereta api Besitang-Langsa, Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017 sampai dengan 2023.
Hal itu dikatakan Kapuspenkum Kejagung RI, Dr. Harli Siregar dalam keterangan resminya, bahwa PB masuk dalam daftar Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) berdasarkan Surat Perintah Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: PRINT-55/F.2/fd.2/10/2023 tanggal 4 Oktober 2023.
“Pengamanan dilakukan pada Minggu 3 November 2024 sekira pukul 12.55 WIB di Hotel Asri Sumedang Jalan Mayor Abdurrahman Nomor 255, Kotakaler, Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang,” terangnya, pada Minggu (3/11/24).
Ia menjelaskan, kasus posisi dalam perkara ini yaitu pada tahun 2017-2023, Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas I Medan melaksanakan pembangunan jalan kereta api Trans Sumatera Railways yang salah satunya adalah pembangunan jalan kereta api Besitang-Langsa.
Pembangunan jalan tersebut, yang menghubungkan Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh dengan anggaran pembangunan sebesar Rp1,3 triliun bersumber dari SBSN (Surat Berharga Syariah Negara).
Kemudian, dalam pelaksanaan pembangunan tersebut, PB memerintahkan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), terdakwa Nur Setiawan Sidik (yang masih dalam proses persidangan) memecah pekerjaan kontruksi tersebut menjadi 11 paket, dan meminta kepada Kuasa Pengguna Anggaran (rdk- saudara NSS) agar memenangkan 8 perusahaan dalam proses lelang.
Tak hanya itu, Ketua POKJA pengadaan terdakwa Rieki Meidi Yuwana (yang masih dalam proses persidangan) atas permintaan KPA (rdk- saudara NSS) melaksanakan lelang konstruksi tanpa dilengkapi dengan dokumen teknis pengadaan yang telah disetujui oleh pejabat teknis, dan pemilihan metode penilaian kualifikasi pengadaan bertentangan dengan regulasi pengadaan barang/jasa.
Sementara, dalam pelaksanaan konstruksi diketahui bahwa pembangunan jalan kereta api Besitang-Langsa tidak didahului dengan studi kelayakan (FS), tidak terdapat dokumen penetapan trase jalur kereta api yang dibuat oleh Menteri Perhubungan, serta KPA, PPK, Kontraktor, dan Konsultan Pengawas.
Dengan demikian, adanya unsur sengaja memindahkan lokasi pembangunan jalur kereta api yang tidak sesuai dengan dokumen desain dan kelas jalan, sehingga jalur kereta api Besitang-Langsa mengalami amblas (penurunan daya dukung tanah) sehingga tidak bisa berfungsi.
“Diketahui dalam proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa, PB mendapatkan fee melalui PPK terdakwa Akhmad Afif Setiawan (yang masih dalam proses persidangan) sebesar Rp1,2 miliar dan dari PT WTJ sebesar Rp1,4 miliar,” jelasnya.
Kapuspenkum Harli Siregar menjelaskan perbuatan PB tersebut menyebabkan pembangunan jalan kereta api Besitang-Langsa tidak dapat difungsikan (total lost), sehingga kerugian keuangan negara sebesar Rp. 1.157.087.853.322. Hal itu, berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara BPKP Nomor PE.03.03/SR/SP-464/D5/02/2024 tanggal 13 Mei 2024.
Berdasarkan alat bukti yang cukup, pada hari ini Minggu tanggal 3 November 2024 pukul 18.30 WIB, PB ditetapkan sebagai tersangka oleh Tim Penyidik pada JAM PIDSUS berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor Tap-62/F.2/Fd.2/11/2024 tanggal 03 Nopember 2024.
“Terhadap tersangka PB dilakukan penahanan di Rumah Tanahan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan, berdasarkan Surat Perintah Penahanan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-52/F.2/Fd.2/11/2024 tanggal 03 November 2024,” pungkasnya.
Lebih lanjut, Kapuspenkum Harli menuturkan bahwa tersangka PB disangkakan melanggar pasal:
Primair Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP;
Subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sumber: Kapuspenkum Kejagung RI