TANGERANG – Kasus pengambilalihan lahan fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos fasum) di proyek Perkavlingan Ditjen Perkebunan Karawaci Tangerang mengungkap kejanggalan yang mengusik keadilan.
Selama puluhan tahun, PT. Bina Sarana Mekar (BSM) diduga melakukan serangkaian tindakan melawan hukum dengan mengambil alih lahan negara, sementara sejumlah aparat negara justru terkesan melindungi tindakan tersebut.
“Perbuatannya diamankan oleh sejumlah aparat negara sehingga pelakunya tidak tersentuh oleh hukum. Diibaratkan pesta illegal diadakan pengamanan oleh sejumlah aparat negara, dan setelah selesai pesta, aparat negara yang berbenah dan cuci piring,” ungkap Kismet Chandra, Direktur Utama PT. Satu Stop Sukses kepada wartawan, Selasa, 13 Agustus 2024.
Kismet Chandra, Direktur Utama PT. Satu Stop Sukses, sebagai pihak yang memiliki lahan berbatasan langsung dengan proyek tersebut, telah mengumpulkan bukti-bukti kuat mengenai dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT. Bina Sarana Mekar.
Sejak tahun 1993, perusahaan tersebut diduga telah melakukan berbagai tindakan ilegal, termasuk:
* Penguasaan lahan fasos fasum: PT. Bina Sarana Mekar diduga mengambil alih lahan pemakaman dan penghijauan seluas ratusan meter persegi yang seharusnya menjadi milik bersama.
* Pemalsuan dokumen: Perusahaan tersebut diduga menggunakan dokumen palsu untuk memuluskan aksinya.
* Pembongkaran fasilitas umum: Jalan dan fasilitas umum lainnya yang dibangun di atas lahan negara diduga dibongkar secara ilegal.
* Perubahan fungsi lahan: Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya diduga melanggar Undang-Undang Penataan Ruang.
Yang lebih mengejutkan adalah dugaan keterlibatan sejumlah aparat negara dalam melindungi tindakan melawan hukum tersebut. Ibarat pesta ilegal yang mendapat pengawalan ketat, kasus ini seolah-olah mendapat “pengamanan” dari pihak berwenang. Setelah “pesta” selesai, justru aparat negara yang sibuk “membersihkan” jejak pelanggaran.
Pertanyaan besar yang muncul adalah mengapa tindakan melawan hukum yang dilakukan selama puluhan tahun ini seakan-akan kebal hukum? Ke mana fungsi pengawasan dan penegakan hukum? Kasus ini menjadi sorotan tajam karena mengungkap dugaan adanya praktik korupsi dan kolusi yang merugikan negara.
Kasus 1993: Awal Mula Dugaan Pelanggaran
Salah satu contoh kasus yang dipaparkan Kismet adalah upaya PT. Bina Sarana Mekar untuk membangun jalan di atas tanah pemakaman 50x80m dan tanah penghijauan 50×112,5 meter di proyek Perkavlingan Ditjen Perkebunan Karawaci Tangerang dan penghijauan pada tahun 1993. Meskipun Ditjen Perkebunan memberikan persetujuan dengan sejumlah syarat, namun pelaksanaan proyek tersebut diduga tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pengajuan Kerjasama PT. Bina Sarana Mekar dengan Ditjen Perkebunan
Mengajukan permohonan kerjasama kepada Ditjen Perkebunan.
Ditjen Perkebunan menyetujui permohonan PT. Bina Sarana Mekar dengan syarat-syarat sebagai berikut:
* Perubahan planning perlu diurus kepada instansi yang berwenang
* Perubahan dimaksud tidak mengganggu/tumpang tindih dengan kavling-kavling Direktorat Jenderal Perkebunan yang telah ada
* Bilamana terdapat pemukiman/penggarapan penduduk di atas lahan tersebut agar diselesaikan sesuai ketentuan yang berlaku
* Mempedomani segala persyaratan perizinan yang berlaku
“Sejak tahun 1993 sampai sekarang PT. Bina Sarana Mekar dan sejumlah staf Ditjen Perkebunan telah banyak kali adakan penguasaan lahan fasos fasum milik negara di Proyek Perkavlingan Ditjen Perkebunan Karawaci Tangerang yang melanggar pasal 385 KUHP; mempergunakan dokumen yang illegal melanggar pasal 263 KUHP; adakan pembongkaran jalan dan fasos fasum melanggar pasal 192 KUHP; serta merubah fungsi peruntukan lahan melanggar UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang,” ungkap Kismet Chandra.
Menuntut Keadilan
Kasus ini menjadi pengingat penting tentang pentingnya pengawasan terhadap penggunaan lahan negara. Pihak yang dirugikan berharap agar kasus ini dapat diusut tuntas dan semua pihak yang terlibat dalam tindakan melawan hukum dapat diproses secara hukum. Penegakan hukum yang tegas dan adil menjadi kunci untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.
***