Matapantura.id – Para pengurus DPD Gabungnya Wartawan Indonesia (GWI) Provinsi Banten periode 2024-2029 secara resmi, Ketua terpilih Syamsul Bahri dan para pengurus sudah dilantik dan dikukuhkan, pada Jumat (26/1/2024) lalu, yang dilaksanakan selama tiga hari tersebut bertempat di Villa Alodia Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Dalam acara tersebut tampak hadir Ketua Umum GWI, Morris Taosisi Giawa H. S.E, Sekretaris Umum DPP GWI, Hery Badia Raja Sitorus serta petinggi GWI pusat lainnya.
Namun sangat disayangkan, usai acara tersebut diselenggarakan, terdengar suara ‘Tong kosong nyaring bunyinya’ entah dari mana tiba-tiba muncul suara yang tidak mengenakan datang dari Makmur Napitupulu yang mengaku sebagai Wakil Ketua Umum Gabungan Wartawan Indonesia (GWI) didalam beberapa media online.
Ia mengatakan kalau Ketua DPD GWI Provinsi Banten yang dijabat oleh Syamsul Bahri tidak sah dengan alasan GWI versi Syamsul Bahri tidak mencukupi legalitas hukumnya.
Tentu saja hal ini membuat para pengurus GWI pusat maupun daerah merasa geram dalam pemberitaan yang seolah menyudutkan Ketua DPD GWI Provinsi Banten.
Perlu diketahui, legalitas Gabungnya Wartawan Indonesia yang terdaftar didalam Ditjen AHU disebutkan nama Perkumpulan: Gabungnya Wartawan Indonesia.No.SK:AHU-0008088.AH.01.07 Tahun 2017.Notaris Pembuat:Sriwi Bawana Nawaksari, S.H., M.KN.Nomor Akta:12.Tanggal Akta:12 Mei 2017.Tanggal ditetapkan:17 Mei 2017 dan tanggal cetak:17 Mei 2017.HKI-APP-3321215 ini adalah Tipe 45 dan HKI-APP-2775362 adalah Tipe 41.
Akibat ucapan Makmur Napitupulu, Ketua Umum DPP GWI, Morris Taosisi Giawa H. S.E angkat bicara dan mengatakan bahwa Makmur Napitupulu itu tidak paham dan tidak mengetahui sejarah berdirinya GWI.
“Karena awal berdirinya GWI sendiri tahun 2004. Sebelumnya ada yang mengaku sebagai Ketua Umum dan mencuri salinan akte notaris GWI dari Notaris Sarmida Br Silaban dan membuat AHU di Kemenkumham,” tegasnya.
Sementara itu SK Silaen berposisi saat itu Ketua I GWI semasa Ketua umumnya Foa A Hiya, S.H., M.H dan Morris sebagai Wakil Ketua Umum dari Foa A Hiya S.H., M.H,” kata Morris dalam keterangan resminya.
Bahkan kata Morris, pada tahun 1.998 awalnya nama Organisasi tersebut bukan GWI melainkan GAWANI.
“Dengan nama-nama pengurus dan pendiri diantaranya Ketua Umum FOA A.Hiya S.H., M.H, Wakil Ketua Umum Morris Taosisi Giawa H. S.E, Sekretaris Umum Anton Siahaan dan, Bendahara Yeni Hutasoid. Beranggotakan yaitu Sunarno, Choki Simangunsong, Suparman Daili dan Johnson Lubis,” sambungnya.
Untuk itu, lanjutnya, atas kesepakatan tersebut kemudian selaku pengurus dan anggota menggantikan nama dari GAWANI menjadi GWI.
“Pada tahun 2.000 menotariskan GWI ke Notaris Sarmida Br Silaban disebabkan hal ini belum berlakunya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013. Selesai kepengurusan itu semua ditahun yang sama GWI di daftarkan ke Dewan Pers, Kesbangpol dan Depdagri. Tahun 2010 Ketua Umum GWI, Foa A Hiya S.H., M.H meninggal dunia kemudian dilanjutkan oleh Wakil Ketua GWI, Morris Taosisi Giawa H, S.E yaitu saya sendiri,” jelasnya.
Dalam keterangannya, alasan jabatan itu diserahkan kepadanya tersebut, Ketua Umum sebelumnya (Alm) tidak ingin lembaga yang dibesarkannya itu jatuh ke tangan orang yang salah, maka diserahkan lah tampuk kekuasan tersebut ke tangan Wakil Ketua.
“Tahun 2010 GWI ini sempat vakum alias jalan ditempat, sehingga dari sini pula cikal bakal banyak orang-orang yang mengaku sebagai Ketua Umum dan semisalnya tanpa melalui proses berorganisasi,” tukasnya.
Akibatnya, timbulah berbagai versi diantaranya GWI kubu SK Silaen, GWI kubu Anton Siahaan, GWI kubu Morris Taosisi Giawa, GWI Kubu Sunarno dan GWI kubu Udin Walet.
“Itu semua akhirnya dipatahkan oleh Morris Taosisi Giawa karena tahun 2012 diadakan rapat kerja luar biasa di gedung kantor Golkar di Jakarta Timur guna memilih ketua umum dan pengurus lainnya, bahkan saat itu turut hadir para pengurus DPD dan DPC GWI se Indonesia,” paparnya.
Morris menambahkan, terpilih pada rapat kerja luar biasa tersebut Jerry Marten sebagai Ketua Umum dan Morris Taosisi Giawa sebagai Sekjen GWI. Namun usia kepengurusan yang baru itu pun hanya mampu bertahan enam bulan kemudian kembali vakum, Desember 2012 jabatan Ketua Umum kembali ke tangan Morris. Hal tersebut berdasarkan desakan seluruh pengurus DPD dan DPC GWI se Indonesia hingga kini.
“Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013, pada tahun 2013 saat akan mengambil salinan Notaris dari Sarmida Br Silaban ternyata salinan yang dimaksud telah diambil oleh SK Silaen, namun fotokopi tetap ditangan Morris. Dari sini pula bermodalkan fotokopi notaris, kemudian dilegalisir ke PN Jakarta Timur untuk melanjutkan GWI segera akan adakan Musyawarah Nasional luar biasa,” ujarnya.
“Atas kepercayaan para rekan-rekan baik para pengurus DPD dan DPC GWI se Indonesia tahun 2015, GWI adakan Munas luar di Pekanbaru Provinsi Riau kegiatan tersebut tentunya untuk dapat kembali mendirikan Organisasi Profesi Jurnalis. Atas amanat Munaslub tersebut pula segera mengurus kelengkapan legalitas organisasi profesi jurnalis GWI,” bebernya.
Saat itu, terpilih secara aklamasi Morris menjabat sebagai Ketua Umum GWI dan pada tahun yang sama Morris mendaftarkan hak cipta GWI dengan singkatan Gabungan Wartawan Indonesia di Dirjend HAKI (Hak kekayaan Intelektual) Kemenkumham serta hak paten hukum.
“Atas hasil Munaslub tersebut tahun 2017 GWI dengan singkatan Gabungan Wartawan Indonesia, atas desakan para pengurus di daerah agar kepanjangan GWI tersebut dirubah dan oleh Morris dirubah menjadi Gabungnya Wartawan Indonesia ke notaris Sri Bawana Nawaksari, S.H., M.Kn sekaligus keluar AHU dengan nomor: 00088088 dan Hak Paten dengan nomor: J002016022162 dan J002016055657. Artinya sejak hasil SK panitia Munas hingga kini secara resmi Ketua Umum GWI adalah Morris,” tandasnya.
Ia menyampaikan, sehingga terkait pemberitaan disampaikan Makmur Napitupulu bahwa Ketua DPD GWI Provinsi Banten yang diketuai Syamsul Bahri, telah mencatut nama organisasi GWI yang dipimpin Makmur itu tidak benar justru kata Morris sebaliknya.
“Kepada sejumlah Awak Media di Jakarta Timur, Morris meminta kepada Makmur dan Opan selaku Ketua Umum FWJI agar bersedia adu data mana yang benar tentang GWI ini dan siapa yang lebih dahulu mendaftar GWI tersebut Kemenkumham dan semisalnya,” ucapnya.
“Saya minta saudara Makmur dan Opan mau bersedia menarik ucapannya itu atas anggota saya di wilayah Provinsi Banten sebelum kami gugat,” jelas Ketum Morris dalam keterangannya.
Tak sampai disitu, Morris juga meminta kepada Makmur Napitupulu agar dirinya mempertemukan SK Silaen dan Andera kepada Morris. Agar semuanya terang kebenarannya pemilik sah GWI, sehingga tidak berstatmen tidak pasti di awak media.
Disela-sela ucapan Morris tersebut di Jakarta Timur, turut hadir pula Syamsul Bahri Ketua DPD GWI Gabungnya Wartawan Indonesia Provinsi Banten dan mengatakan, “Berarti dia salah makan obat ya Ketua, karena tak tau mana yang asli dan mana yang tidak asli,” tuturnya.
Ironisnya, kata Syamsul, dalam pokok masalah tersebut ada pihak lain yang terkesan memojokkan Syamsul Bahri selaku ketua DPD Provinsi Banten yang secara resmi terpilih.
“Dan seharusnya Makmur Dan Opan bertanya terlebih dahulu legalitas GWI yang dipegang Syamsul bukan asal bicara tentu nya hal ini juga kurang elok sebab lain dapur,” pungkasnya.
“Berarti, terbentuknya kepengurusan DPD GWI Provinsi Banten yang bersangkutan seolah mereka seperti ‘Kebakaran Jenggot,” tutupnya.
(Tim)