Matapantura.id, Tangerang – Akhirnya Joko Susanto selaku Kepala Kantor Pertanahan (Kantah) Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Tangerang menanggapi persolan yang beredar di beberapa media massa.

“Saya akan menjawab terkait ada judul berita sebelumnya yaitu ‘BPN Seperti Takut Dengan Mafia Tanah’. Hal itu saya ingatkan kembali bahwa pihak BPN Kabupaten Tangerang tidak pernah takut dengan Mafia Tanah,” kata Joko Susanto Kantah ATR/BPN Kabupaten Tangerang, saat ditemui oleh awak media di Kantornya, Senin (13/6/2023).

Joko juga menyampaikan bahwa tahapan atau proses untuk pembatalan sertifikat itu ada tiga dalam prosedur yang sudah ditentukan yaitu pelepasan hak si pemilik, pembatalan cacat administrasi, putusan pengadilan.

“Jadi proses pembatalan pembuatan sertifikat itu ada tiga, tetapi sebelum dibatalkan kita telaah terlebih dahulu, jangan sekonyong-konyong dibatalkan saja,” ucap Joko.

“Maka saya perjelas lagi, dari ketiga proses pembatalan itu yang mencakup pelepasan hak dari si pemilik, pembatalan cacat administrasi yaitu ada berbagai alat hak dikatakan palsu seperti surat-surat tidak benar, tidak ditandangani dengan benar. Namun demikian, pihak BPN juga akan mengklarifikasi dan datang langsung ke pihak desa untuk menanyakan kepada Kades, apakah dia mengeluarkan surat-surat tersebut,” terangnya.

Selain itu, kata Joko, putusan pengadilan karena Tata Usaha Negara (TUN), sertifikat yang usianya diatas lima tahun. Namun sebaliknya, pihak BPN masih bisa membantu mediasi apabila sertifikat tersebut cacat dibawah lima tahun.

“Jadi kalau diatas lima tahun itu apabila sertifikat administrasi sudah cacat tidak bisa diproses harus jalur pengadilan, tetapi dibawah lima tahun masih bisa. Terlebih lagi, sebelumnya, kita sebagai pihak BPN harus memberikan jalan mediasi kepada semua pihak,” jelasnya.

Joko Susanto menambahkan, biasanya pihak tersebut ada yang tidak mau dimediasikan. Hal itu membuat pihak BPN langsung melayangkan surat untuk jalur pengadilan.

“Ya biasanya ada beberapa pihak ingin dimediasikan terlebih dahulu, tetapi ketika pihak BPN memanggil satu, dua kali tak di penuhi atau tidak datang, maka kami akan layangkan surat untuk ke ranah pengadilan untuk pembatalan sertifikat tersebut, jadi tidak sekonyong-konyong langsung dibatalin,” ujarnya.

Sedangkan, lanjut Joko, perihal isi pemberitaan yang beredar di media massa tersebut jejak tahun 2021.

“Ini produk tahun 2021 sebelum era saya, tetapi kita pihak BPN tetap harus bertanggung jawab dan atas apa yang sudah terjadi, serta jalurnya kan sudah ditempuh. Jalur mediasi pun sudah dijalankan dari semua pihak, dari pihak PT nya tak mau datang, tetapi ada beberapa pihak tidak mau dimediasikan juga. Hal itu kami layangkan surat, agar dipersilahkan ke jalur pengadilan,” pungkasnya.

“Harapannya sih, apabila masih dimediasikan yah kita mediasikan yang lain sih ada titik temu mereka, apabila sudah ke ranah pengadilan kan banyak memakan waktu, biaya sewa lawyer, kalau masing-masing pihak mau dimediasi pasti urusan kelar atau ada jalan,” imbuhnya.

(Bandi Badut)